TUGAS BAHASA INDONESIA
RINGKASAN BUKU BIOGRAFI
H. ROSIHAN ANWAR
NAMA : BENEDICK BANU SIBARANI
KELAS : 8-2/6
NIS : 8229
JUDUL BUKU : H. ROSIHAN ANWAR : MENULIS DALAM AIR
TEBAL BUKU :376 HALAMAN
TIPE BUKU : OTOBIOGRAFI
Rosihan
Anwar (1922-2011) merupakan wartawan senior, juga sejarawan dan sastrawan yang
produktif. Ia telah menulis puluhan buku dan ratusan tulisan di berbagai media
utama di Indonesia dan di beberapa penerbitan asing. Bahkan menjelang akhir
hayatnya Ia masih menyiapkan memoar kehidupan cintanya dengan sang istri yang
lebih dulu meninggal dunia, dengan judul yang sudah disiapkan Belahan Jiwa,
Memoar Rosihan Anwar dengan Siti Zuraida.
Rosihan Anwar lahir di Kubang
Nan Duo, Kabupaten Solok, Sumatera Barat pada 10 Mei 1922 dan meninggal di
Jakarta pada 14 April 2011. Anak keempat dari sepuluh bersaudara putra Anwar
Maharaja Sutan, seorang demang di Padang, Sumatera Barat, ini menyelesaikan
sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Ia kemudian melanjutkan
pendidikannya ke AMS di Yogyakarta sampai tahun 1942. Dari sana Rosihan
mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale
University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika
Serikat.
Rosihan
memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya di masa pendudukan
Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan
Pedoman (1948-1961). Selama enam tahun, sejak 1968, ia menjabat Ketua Umum
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Bersama Usmar Ismail, pada 1950 ia
mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Dalam film pertamanya, Darah
dan Doa, ia sekaligus menjadi figuran. Dilanjutkan sebagai produser film
Terimalah Laguku. Sejak akhir 1981, aktivitasnya di film adalah mempromosikan
film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai sekarang.
Pada tahun
2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946 mendapat penghargaan 'Life Time
Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat.
Pada 9
Februari 2010, komunitas Hari Pers Nasional (HPN) yang terdiri atas Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), Dewan Pers, Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Ikatan
Juranlis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Radio
Siaran Swasta Nasional (PRSSNI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(PPPI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Asossiasi Televisi
Lokal Indonesia (ATVLI) sepakat menganugerahi Spirit Jurnalisme bagi Rosihan
Anwar.
Di masa
perjuangan, Rosihan pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta
Selatan. Kemudian di masa Presiden Soekarno koran miliknya, Pedoman pada
1961 ditutup oleh rezim saat itu. Namun di masa peralihan pemerintah Orde Baru,
Rosihan mendapat anugerah sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia
dengan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob
Oetama. Sayangnya, kurang dari setahun setelah itu, pemerintah pun menutup lagi
Pedoman pada tahun 1974.
Tulisan-tulisan Rosihan Anwar bertemakan jurnalistik, agama, sejarah, novel, dan politik, hingga tulisan yang menyangkut kisah perjalanan serta kisah hidup orang-orang yang pernah dikenal atau dikaguminya.. Diantaranya berjudul: India dari Dekat (1954); Dapat Panggilan Nabi Ibrahim (1959); Islam dan Anda (1962); novel Raja Kecil (1967); Ihwal Jurnalistik (1974); Kisah-kisah Zaman Revolusi (1975); Profil Wartawan Indonesia (1977); Kisah-kisah Jakarta Setelah Proklamasi (1977); Jakarta Menjelang Clash ke-I (1978); Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 (1981), Menulis Dalam Air, Sebuah Autobiografi (1983); Musim Berganti (1985); Perkisahan Nusa (1986); Singa dan Banteng: Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950 (1997), Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia (2004), dan masih banyak lagi.
S. Tasrif, S.H menjuluki Rosihan Anwar sebagai “A footnote of history” (sebuah catatan kaki dalam sejarah). Dimasa tuanya, setiap pagi Rosihan berjalan 40 menit. Ia juga tidak bisa melepaskan kebiasaannya menghisap cerutu bermerek Schimmel Penning, “Saya isap lima batang satu hari,” katanya. “Pagi, siang, waktu minum teh di sore hari, malam dan ketika menjelang tidur,” Ia menikah dengan Siti Zuraidah Binti Moh. Sanawi dan dikaruniai tiga orang anak.
Tulisan-tulisan Rosihan Anwar bertemakan jurnalistik, agama, sejarah, novel, dan politik, hingga tulisan yang menyangkut kisah perjalanan serta kisah hidup orang-orang yang pernah dikenal atau dikaguminya.. Diantaranya berjudul: India dari Dekat (1954); Dapat Panggilan Nabi Ibrahim (1959); Islam dan Anda (1962); novel Raja Kecil (1967); Ihwal Jurnalistik (1974); Kisah-kisah Zaman Revolusi (1975); Profil Wartawan Indonesia (1977); Kisah-kisah Jakarta Setelah Proklamasi (1977); Jakarta Menjelang Clash ke-I (1978); Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965 (1981), Menulis Dalam Air, Sebuah Autobiografi (1983); Musim Berganti (1985); Perkisahan Nusa (1986); Singa dan Banteng: Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950 (1997), Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia (2004), dan masih banyak lagi.
S. Tasrif, S.H menjuluki Rosihan Anwar sebagai “A footnote of history” (sebuah catatan kaki dalam sejarah). Dimasa tuanya, setiap pagi Rosihan berjalan 40 menit. Ia juga tidak bisa melepaskan kebiasaannya menghisap cerutu bermerek Schimmel Penning, “Saya isap lima batang satu hari,” katanya. “Pagi, siang, waktu minum teh di sore hari, malam dan ketika menjelang tidur,” Ia menikah dengan Siti Zuraidah Binti Moh. Sanawi dan dikaruniai tiga orang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar